Sunday, September 16, 2012

Shalat Subuh. Mustahilkah ?

"Adalah mustahil bila ada orang yang mengatakan "Mustahil bagi saya untuk bangun shalat Subuh".Sesungguhnya permasalahannya kembali pada kemauan. Anda mau atau tidak ?".

     Seorang teman berkata kepada saya, "Sebenarnya saya sudah tahu kapan harus Shalat Subuh. Sayangnya, mustahil bagi saya untuk bangun pada saat itu. Anda tidak tahu bagaimana kondisi saya. Kondisi fisik saya tidak mengizinkan. Tuntutan pekerjaan juga tidak memungkinkan. Situasi rumah dan minimnya penghasilan tidak bisa membantu. Bukankah Allah seperti yang Anda ketahui Maha Pengampun  lagi Maha Penyayang? Tentunya akan mentolerir keadaan saya ini dan mengampuni dosa saya."

      Saya pun menanggapi kata-katanya tersebut, "Perkataan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang adalah perkataan yang benar. Namun dalam hal ini Anda gunakan untuk maksud yang keliru. Itu sama saja dengan membuka pintu masuk lebar-lebar bagi setan. Bila Allah mengampuni setiap manusia jujur dan manusia pendusta, orang taat dan orang bermaksiat, orang yang cinta akan syariat-Nya dan orang yang tidak suka, lantas apa gunanya amal?! Dan, untuk apa orang yang taat kepada Allah menekan atau memaksa hawa nafsunya, sehingga ia harus bangun di tengah malam yang begitu dingin untuk pergi ke masjid ?"

        Memang, Allah swt Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, mengampuni dosa siapa yang memohon ampunan kepada-Nya. Akan tetapi, kata-kata saja tidak cukup. Kesungguhan memohon ampun harus di buktikan dengan amal. Cobalah Anda renungi firman Allah swt di bawah ini :

"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman,beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar". (QS. Thaha : 82)

     Tidak semua manusia mendapat ampunan dari Allah swt. Syaratnya, ia harus bertaubat secara sungguh-sungguh,  keimanan yang benar, amal shalih, dan mengikuti petunjuk Allah swt.

      Penyebutan sifat Allah  Maha Pengampun lagi Maha Penyayang sering kali di sertai pula dengan sifat lain yang mengandung makna hukuman dan pahala, atau balasan bagi yang melanggar atau tidak mematuhi syariat-Nya.

"Kabarkanlah kepada hamba-hamba Ku, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih". (Al-Hijr : 49-50).

     Ungkapan "Kemustahilan" pada kehidupan seseorang  untuk melaksanakan Shalat Subuh pada waktunya, sebenarnya masih bisa kita diskusikan.

    Maaf, bukan maksud saya untuk meragukan adanya "kemustahilan" yang menyebabkan Anda tidak mampu untuk bangun di pagi hari guna menunaikan Shalat Subuh. Saya hanya bermaksud mengajak Anda bersama-sama saya merenungkan beberapa hal di bawah ini.

Pertama, Allah SWT tidak membebani hamba kecuali sesuai kadar kemampuannya.

"Allah SWT berfirman : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". (QS.Al- Baqarah : 286).

     Ini merupakan salah satu kaidah paling dasar dari akidah-kaidah syariat Islam. Ketentuan dan syariat agama, bukanlah buatan manusia, yang mengandung kemungkinan cocok dan tidak cocok. Namun syariat tersebut murni dari Allah, Rabb semesta alam. Dia mengetahui usaha dan kemampuan ciptaan-Nya dengan pengetahuan yang pasti.

"Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui". (QS. Al- Mulk :14)

     Dengan demikian, semua hukum syariat berada pada batas yang mampu di kerjakan oleh hamba Allah. Kita tidak meragukan hal itu. Selanjutnya, marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing :
  •  Apakah Shalat Subuh merupakan sebuah kewajiban, ataukah tidak ?
  •  Apakah Shalat Subuh kewajiban bagi setiap muslim, atau ada yang di kecualikan ?

     Jawabnya tentu sangat jelas: Shalat Subuh wajib bagi setiap muslim dan mukmin seseorang yang meyakini  keadilan Allah, kebijakksanaan, dan pengetahuan-Nya masih merasa bahwa kewajiban melaksanakan Shalat Subuh adalah sesuatu yang mustahil.

Kedua : Fenomena orang-orang Amerika

     Pada keseharian mereka terdapat pelajaran berharga yang bisa kita ambil hikmahnya. Waktu itu saya berkunjung ke Amerika. Pada saat saya pulang dari Masjid Raya setelah melaksanakan Shalat Subuh, sekitar jam enam pagi saya menjumpai di jalan-jalan utama dan jalan-jalan tol sangat ramai. Jalanan dipenuhi mobil-mobil. Kesan pertama saya : heran! Namun akhirnya saya terbiasa menyaksikan pemandangan ini. Mereka bangun pagi untuk pergi ke tempat kerja. sebagian besar mereka bekerja di tempat yang jauh dari rumah, sehingga terpaksa bangun jam lima pagi waktu Shalat Subuh supaya bisa berangkat ke tempat kerja tepat waktu.

     Mereka itu orang-orang Kristen, Yahudi, dan Atheis. Jumlahnya pun tidak sedikit. Mereka bangun pagi untuk kehidupan dunia, pada saat bersamaan dengan waktu Shalat Subuh. Hajat kemanusiaan mampu mendorong mereka untuk bangun pagi-pagi. Namun mengapa seorang mukmin tidak mau mengerahkan segenap potensinya untuk menyamai mereka bangun pagi ?

     Saya banyak menjumpai orang-orang Amerika di jalan-jalan ketika saya pergi ke masjid untuk Shalat Subuh. saya ulangi sekali lagi, "Saya pergi," bukan "Saya pulang." Maknanya mereka mau bangun  pagi-pagi sebelum Subuh tentunya untuk keperluan yang sangat penting.

     Saya pun berpikir, kira-kira apa ya tujuan penting mereka ini, sehingga mereka mau bangun pagi-pagi sebelum jam lima pagi dan memakai baju dinas? untuk apa mereka keluar dalam keadaan cuaca yang sangat dingin menuju jalan-jalan raya ?

        Tahukah Anda ?

       Ternyata mereka melakukan itu hanya untuk berjalan-jalan bersama anjingnya guna menghirup udara segar!

       Orang-orang Amerika, laki-laki dan perempuan bangun jam setengah lima pagi, karena hatinya terpaut dengan anjingnya yang terkurung di dalam rumah sepanjang hari. Mereka bangun pagi-pagi sekali supaya anjing-anjing bisa menghirup udara segar di jalanan.

       Saya berharap dari Anda, wahai saudaraku yang mulia. Mari bersama-sama memecahkan masalah penting ini. Orang Amerika Kristen, Yahudi atau kafir lainnya, bangun pagi-pagi demi anjingnya. Sedangkan sebagian orang Islam, atau kalau Anda ingin mengatakan: "Sebagian besar"  orang Islam, enggan bangun pagi demi Allah swt !

         Lalu, apa solusi Anda dalam masalah ini ?

 Bayangkan, karena cinta anjing mendorong pemiliknya untuk bangun, sedangkan cinta Allah tidak mendorong seorang hamba untuk bangun....?!

        Izinkan saya untuk membandingkan dua hal ini.

     Kemampuan fisik manusia mempunyai potensi untuk bangun pagi, namun potensi kekuatan hati tidak mampu mendorongnya untuk bangun pagi dengan alasan yang begitu memprihatinkan. Semoga Allah menyelamatkan kita !

Suatu Pagi Di Sebuah Seminar

     Saya pernah menghadiri sebuah seminar kedokteran di salah satu kota di Amerika. Saya terkejut ketika mengetahui bahwa sesi pertama seminar tersebut di mulai jam enam pagi. Benar, jam enam pagi.

     Saat itu waktu Shalat Subuh agak mundur (siang), dan saya selesai mengerjakan shalat Subuh kurang lebih jam enam seperempat (waktu setempat). Kemudian saya bergegas menuju ke tempat seminar saat itu juga. Dalam perjalanan saya membayangkan dengan yakin akan mendapati aula kosong. Siapa sih yang mau datang pagi-pagi buta seperti ini untuk menghadiri seminar?.

     Setiba di  aula, saya begitu terkejut. Apa yang saya temui jauh dari bayangan sebelumnya. Ternyata aula sudah penuh sesak. Mungkin ada sekitar tiga ribu orang. Hampir-hampir saya duduk di paling belakang.

    Sambil mendengarkan isi seminar, saya tak habis-habisnya berpikir, bagaimana mereka bisa mengatur hidupnya sehingga bisa mendatangi pertemuan ilmiah yang notabene bersipat pilihan, bukan kewajiban pada jam enam pagi? Di saat yang sama, mengapa sebagian umat Islam tidak bisa mengatur hidupnya untuk melaksanakan Shalat, yang notabene merupakan kewajiban, bukan sekedar pilihan?

   Saya yakin, jika umat Islam mampu memenuhi panggilan Shalat Subuh ini, niscaya Allah akan mengokohkan agamanya di muka bumi ini.

Ketiga : Kita tinggalkan orang-orang Amerika, mari tengok diri kita.

      Ketika Anda pergi ke Iskandariyah, atau ke Aswan, atau barangkali ke London atau ke Paris dengan waktu pemberangkatan kereta atau pesawat jam enam pagi, bisakah dengan potensi fisik Anda tiba di pesawat atau di kereta api tepat pada waktunya? Ataukah Anda tidak mampu menjangkaunya?

      Apakah ada kelonggaran bagi Anda untuk datang terlambat ke stasiun atau bandara? atau, kelonggaran tidak berlaku pada masalah ini, sehinga Anda pun mampu datang tepat waktu agar tidak tertinggal?!

      Ketika Anda bekerja di tempat yang sangat jauh dan pekerjaan di mulai jam tujuh pagi, apakah Anda bisa bangun di waktu fajar atau sebelumnya untuk pergi ke tempat Anda bekerja ? Atau anda akan selalu izin kepada pemimpin Anda setiap hari karena kondisi Anda tidak memungkinkan untuk pergi pagi-pagi? Atau karena kondisi fisik Anda merasa sangat  lemah ?

      Mengapa kita tidak bisa minta izin kepada pemimpin kita, padahal dia seorang manusia biasa. Namun di sisi lain, kita dengan begitu mudah setiap hari "meminta izin" pada Allah swt yang telah menciptakan kita dan juga pemimpin kita untuk terlambat mendirikan Shalat Subuh?

      Coba renungkan. Kalau seandainya ada seorang kaya raya berjanji akan memberi Anda uang setiap hari pada pukul lima pagi sebesar satu juta rupiah jika Anda datang tepat waktunya, apakah Anda akan mendatanginya? Apakah Anda akan beralasan  bahwa Anda tidur terlambat, atau karena Anda terikat dengan janji setelahnya, sehingga Anda tidak bisa datang ?

      Coba bayangkan. Sekiranya Anda benar-benar datang kepadanya dan mendapat satu juta rupiah setiap hari, niscaya Anda melakukan ini terus menerus satu tahun penuh, maka Anda akan mendapatkan 365 juta rupiah, bukan ?

      Kemudian bayangkan, setelah satu tahun, datang ajal kepada Anda. Bayangkan Anda di  bawa dengan keranda menuju liang lahat.

      Coba pikirkan bila Anda berada pada posisi ini. Silahkan Anda jawab pertanyaan ini dengan jujur.

     "Apakah Anda senang masuk liang lahat dengan membawa 365 juta, dan Anda tidak melaksanakan Shalat Subuh walau sekalipun? Ataukah lebih utama bila Anda masuk liang lahat dengan membawa 365 Shalat Subuh, dan Anda tidak bawa uang walau hanya seribu rupiah ?"

      Jawablah dengan sejujur-jujurnya! manakah yang lebih kekal dan lebih bermanfaat?

    Coba Anda bayangkan, betapa manusia begitu bersemangat bangun untuk mengumpulkan harta tetapi mereka tidak bangun untuk mengumpulkan kebaikan ! Apakah ia ragu akan datangnya kematian? Atau ragu akan hari berbangkit? Atau malah ia ragu akan adanya Allah swt ?

     Cobalah renungkan, kalau sekiranya istri atau ibu Anda membangunkan Anda pada jam empat pagi dan berteriak "Rumah tetangga kita kebakaran!"

      Jawablah dengan jujur ; Apakah Anda akan segera loncat dari tempat tidur dan mengenakan pakaian apa adanya bahkan malah tidak sempat memakai baju kemudian Anda sekeluarga lari dari rumah, ataukah Anda akan berkata kepada istri atau anak Anda, 'Biarkan saya tidur, saya sedang lelah. Karena saya tidur terlambat, dan banyak pekerjaan telah menunggu saya besok pagi. Insya Allah apinya akan mati dengan sendirinya.' Akankah seperti itu?

     Jawablah kembali dengan jujur : Mana yang lebih menakutkan ? Kebakaran di rumah tetangga atau api jahannam pada hari kiamat nanti? Mana yang lebih menyakitkan ? Api dunia atau api akhirat ? Lantas, mengapa  kita menganggap santai api neraka, sementara kita tahu bahwa dia benar-benar ada, dan tidak akan padam? Mengapa justru takut terhadap api dunia yang sebenarnya sepele sekali bila dibanding dengan api akhirat?

     Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : "Api kalian yang dinyalakan anak-anak Adam merupakan sepertujuh dari panasnya  neraka jahannam". mereka (para sahabat) pun berkata, " Demi Allah, sungguh yang demikian sudah terasa panas wahai Rasulullah saw." Beliau bersabda, "Sesungguhnya sisanya masih ada enam puluh sembilan bagian yang masing-masing serupa dengannya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

      Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Pada hari itu, di neraka jahannam terdapat tujuh puluh ribu pengikat, yang pada masing-masing pengikat dikendalikan seribu malaikat yang mengekangnya ." (HR Muslim dan At-Tirmidzi)

      Dalam riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Api neraka dinyalakan selama 1000 tahun sampai berwarna merah. Kemudian di nyalakan lagi 1000 tahun hingga berwarna putih. Kemudian dinyalakan lagi selama 1000 tahun hingga berwarna hitam dan hitam pekat."

      Dan dalam riwayat  Ibnu Majah dikatakan : "Dia bagaikan malam yang gelap gulita". Orang yang menjaga Shalat Subuhnya, niscaya Allah akan memberikan jaminan padanya terbebas dari siksa neraka jahannam.

      Diriwayatkan  dari Ammarah bin Ruwainah ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda :

"Tidak akan masuk neraka, orang yang shalat sebelum terbit matahari  dan sebelum terbenam matahari". (HR Muslim). Maksudnya Shalat Subuh dan Ashar.

     Setelah membahas beberapa potensi manusia, kelonggarannya serta kemampuan yang dimiliki manusia, saya yakin, adalah mustahil bila ada orang yang mengatakaan "Mustahil bagi saya untuk bangun Shalat Subuh". Sesungguhnya permasalahannya kembali pada kemauan Anda mau atau tidak ?

      Berhati-hatilah, hari, bulan, dan juga tahun, akan melewati Anda begitu saja. Kemudian akan dipaparkan kepada Anda bahwa hari-hari yang mahal tersebut sudah berlalu. Bahkan walau Allah memberikan umur kepada Anda hingga Anda bertaubat dan kembali. Lalu bagaimana Anda akan mengembalikan hari-hari yang telah berlalu tersebut ?

     Waspadalah akan hari dimana Anda menyukai pergi ke masjid, namun Anda tidak mampu untuk pergi. Baik karena sudah lemah, karena sakit atau karena sudah mati. Ingatlah selalu hadits Rasul kita yang mulia saw yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Gunakan yang lima sebelum datang yang lima : Masa mudamu sebelum datang masa tua mu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, masa kosongmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR Al Hakim ;sanadnya shahih).


1 comment:


  1. “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574)

    Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ

    “Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566) 
    Oleh karena itu, orang-orang yang meninggalkan shalat seperti yang kami contohkan di atas haruslah bertaubat dengan penuh penyesalan, bertekad tidak akan mengulanginya lagi dan dia harus kembali menunaikan setiap shalat pada waktunya. 

    Namun, kalau bangun di pagi hari ketika matahari terbit tidak menjadi kebiasaan, maka dia harus mengerjakan shalat tersebut ketika dia ingat atau ketika dia bangun dari tidurnya. 
    Kita dapat melihat hal ini dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

    “Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya) adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani) 
    Dari Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    ليس في النوم تفريط إنما التفريط في اليقظة . فإذا نسي أحدكم صلاة أو نام عنها فليصلها إذا ذكرها فإن الله تعالى قال : ( وأقم الصلاة لذكري )

    “Jika seseorang tertidur, itu bukanlah berarti lalai dari shalat. Yang disebut lalai adalah jika seseorang dalam keadaan sadar (sudah terbangun). Jika seseorang itu lupa atau tertidur, maka segeralah dia shalat ketika dia ingat. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tunaikanlah shalat ketika seseorang itu ingat.” (QS. Thaha : 14).” (HR. Muslim. Shohih. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani) 

    ReplyDelete